Setiap hari, kita pakai internet. Kirim pesan, cari info, nonton, kerja, main. Tapi sadar nggak, sebagian besar aktivitas itu dilakukan di atas sistem yang sepenuhnya dikendalikan oleh pihak lain seperti perusahaan, platform, hingga algoritma yang kita nggak tahu cara kerjanya.
Pernah akunmu diblokir tanpa alasan? Atau tiba-tiba lihat iklan soal hal yang baru aja kamu omongin? Atau postinganmu hilang, padahal kamu nggak merasa melanggar apa pun?
Itu semua bagian dari Web2 — generasi internet sekarang, di mana kamu memang bebas berekspresi, tapi semua kendali tetap di tangan platform.
Di saat itulah muncul istilah baru: Web3.
Web3 bukan aplikasi. Bukan produk. Bukan proyek kripto tertentu.
Web3 adalah cara baru memahami internet. Sebuah sistem di mana kamu bisa login tanpa akun, simpan aset tanpa bank, dan punya suara dalam komunitas digital. Artikel ini akan bantu kamu memahami apa itu Web3, dari nol sampai ngerti.
Evolusi internet di seluruh dunia

Web1: Internet baca-only
Di era 90-an, internet cuma satu arah.
Website dibuat statis, tanpa interaksi.
Kamu bisa baca artikel, tapi nggak bisa nulis balik.
Komunikasi? Nggak ada.
Interaksi? Nggak bisa.
Bahkan sekadar komentar atau ngeklik tombol ‘like’ pun belum ada.
Semua dikontrol satu arah oleh pemilik situs.
Dan karena belum ada konsep identitas digital, kamu nggak pernah benar-benar ‘terhubung’. Kamu hanya pengunjung anonim. Tidak ada login, tidak ada akun. Semua hanya tentang mengakses informasi yang disediakan, bukan berpartisipasi.
Web2: Internet baca-tulis
Tahun 2000-an, semuanya berubah. Muncul media sosial, blog, YouTube, dan semua platform interaktif. Kamu bisa bikin konten sendiri, kasih komentar, bahkan punya akun. Internet jadi dua arah.
Tapi di balik kebebasan itu, muncul sistem baru di mana platform jadi penengah. Semua interaksi kamu terjadi di atas platform besar, dan mereka yang pegang kendali penuh atas data kamu.
Setiap klik, setiap post, setiap like yang pengguna lakukan dikumpulkan, diproses, dan dimonetisasi. Pengguna jadi “produk” buat bisnis iklan dan algoritma.
Algoritma ini bekerja dengan cara mempelajari perilaku kamu secara diam-diam. Mulai dari:
- apa yang kamu klik,
- berapa lama kamu berhenti di satu konten,
- siapa yang kamu follow, dan hal lainnya
Di mana semua itu digunakan oleh algoritma untuk memutuskan apa yang kamu lihat berikutnya. Masalahnya, algoritma ini nggak netral. Tujuannya bukan untuk kasih kamu informasi paling penting, tapi untuk bikin kamu betah dan klik lebih banyak.
Monetisasi lewat iklan memang jadi mesin utama yang mendorong model ini. Tapi bukan cuma soal uang. Ada dimensi lain yang lebih dalam, yaitu kendali atas informasi, atensi, dan bahkan persepsi publik.
Saat algoritma mengontrol apa yang kamu lihat, dia juga perlahan membentuk cara kamu berpikir, nilai yang kamu anggap penting, dan narasi apa yang kamu percaya.
Banyak orang mulai ngerasa aneh. Baru aja kepikiran sesuatu, belum dicari, belum ngomong apa-apa, tapi tiba-tiba muncul iklan soal itu. Kayak bisa baca pikiran.
Padahal itu bukan sulap, bukan sihir.
Yang terjadi adalah sistem algoritmik tadi bekerja berdasarkan pola perilaku kamu: lokasi, jam aktif, jenis akun yang kamu ikuti, hingga siapa yang ada di dekat kamu. Bahkan kadang, sinyal dari perangkat lain di sekitar kamu (kayak kontak, Wi-Fi, atau pencarian di device lain) bisa ikut nyumbang ke pola itu.
Web3: Baca – tulis – miliki
Web3 menawarkan internet yang kamu bisa akses, kontribusi, dan miliki. Tapi bedanya bukan cuma sekedar hal teknis, bedanya adalah soal kuasa.
Di Web3, kamu login pakai wallet. Nggak ada akun yang bisa diblokir. Nggak ada email yang perlu diverifikasi. Identitasmu ada di tanganmu.
Asetmu, datamu, dan reputasimu disimpan di blockchain. Bukan di server perusahaan. Bukan di cloud yang bisa dihapus. Semua transparan, bisa dilihat siapa pun, dan kamu bisa bawa ke mana pun.
Dan karena semua hal ini tercatat secara publik, reward pun bisa langsung diberikan ke kamu tanpa perantara. Kamu bisa dapat token karena kontribusi, bukan karena kamu punya followers. Kamu bisa diakui karena bantu komunitas, bukan karena algoritma setuju.
Web3 bukan hanya tentang “bisa login pakai wallet”. Tapi tentang sistem baru, tempat kamu punya kontrol, punya akses, dan punya bagian dalam membentuknya.
Pelajari selengkapnya: Apa Itu Blockchain? Bagaimana Cara Kerja, dan Fungsinya?
Masalah utama di Web2
- Sensor diam-diam: konten bisa dibisukan tanpa kamu tahu.
- Akun bisa hilang: kamu nggak punya kendali penuh.
- Reward tidak merata: hanya platform yang untung.
- Transparansi nol: kamu nggak tahu kenapa satu hal muncul, dan lainnya tidak.
Web2 terasa nyaman di permukaan. Tapi kendalinya bukan di tanganmu.
Kenapa Web3 beda?
Web3 muncul bukan karena benci Web2, tapi karena ingin memperbaiki logika di baliknya:
- Supaya kamu bisa punya kendali atas identitas dan data.
- Supaya reward diberikan ke komunitas, bukan cuma platform.
- Supaya sistem bisa diaudit, bukan sekadar dipercaya.
- Supaya kamu bisa mulai tanpa izin siapa pun.
Di Web3, kamu gak cuma bisa baca dan nulis, tapi kamu juga punya kendali penuh atas apa yang kamu lakukan di internet. Kamu login pakai wallet, bukan akun. Identitasmu disimpan di wallet, dan cuma kamu yang punya akses.
Data dan aset kamu disimpan di blockchain, bukan di server pusat. Blockchain ini publik, bisa dicek siapa pun, dan nggak bisa dimanipulasi diam-diam. Kalau kamu punya NFT, token, atau reputasi on-chain, semuanya bisa kamu bawa ke mana pun tanpa tergantung satu platform.
Konten kamu nggak bisa dihapus diam-diam, nggak bisa dibungkam tanpa sebab. Kalau ada yang nyoba menyensor, itu bisa dilihat publik. Dan semua transaksi, reward, bahkan voting, dilakukan terbuka.
Kamu bukan cuma pengguna. Kamu bagian dari sistem itu sendiri.
Komponen Utama Web3
- Blockchain: Buku besar digital publik. Semua data dan transaksi dicatat di sini. Aman, terbuka, dan nggak bisa diubah diam-diam.
- Smart contract: Kode otomatis yang jalan di blockchain. Dia yang ngatur aturan sistem. Nggak bisa dimodifikasi tanpa persetujuan publik.
- Wallet: Identitas digital kamu. Bisa login, nyimpen aset, ikut voting. Contoh wallet misalnya; MetaMask, Rabby, Phantom.
- Token: Representasi nilai digital. Bisa jadi alat tukar, hak voting, reward kontribusi, atau bukti keanggotaan komunitas.
Perbedaan Web2 dan Web3
Aspek | Web2 | Web3 |
---|---|---|
Login | Email & Password | Wallet |
Identitas | Dikelola platform | Dimiliki pengguna |
Data | Disimpan terpusat | Disimpan di blockchain |
Aset digital | Milik platform | Milik pengguna |
Aturan sistem | Tertutup | Terbuka dan bisa diaudit |
Partisipasi | Pasif | Aktif & bisa dihargai |
Siapa yang membangun Web3?
Nggak ada satu perusahaan yang “punya” Web3. Ekosistem Web3 dibangun oleh komunitas global, mulai developer, kontributor, peneliti, kreator, bahkan warga biasa yang ikut DAO. Aturannya nggak ditulis dalam algoritma seperti Web2 dan disahkan di ruang rapat, tapi di smart contract.
Banyak proyek Web3 berjalan lewat sistem governance token dan DAO (Decentralized Autonomous Organization), suatu organisasi tanpa bos, yang keputusan pentingnya diambil lewat voting terbuka.
Web3 bukan milik siapa-siapa. Tapi bisa dimiliki semua orang.
Apakah Web3 relevan di Indonesia?
Banget. Karena banyak masalah digital kita justru sangat cocok dijawab oleh pendekatan Web3:
- Kesadaran soal data pribadi masih rendah
- Akses keuangan belum merata
- Platform sering nggak transparan
Komunitas Web3 Indonesia aktif di edukasi, proyek open-source, dan testnet. Bahkan kamu bisa mulai tanpa uang:
- Bikin wallet testnet (gratis)
- Coba dApp yang nggak butuh deposit
- Ikut DAO edukasi seperti Developer DAO, Bankless, dll
Apa yang bisa kamu lakukan sekarang?
Mulai aja pelan-pelan. Web3 bukan buat yang jago teknologi aja.
- ✅ Bikin wallet (MetaMask, Rabby)
- ✅ Coba buka dApp → Lens, Snapshot, atau Zora testnet
- ✅ Gabung Discord komunitas Web3 lokal
- ✅ Ikut konten edukasi yang netral dan open-source
- ✅ Belajar amankan seed phrase & self-custody
Kamu nggak harus langsung paham semuanya. Yang penting: paham prinsip dasarnya dulu.
Kesimpulan
Web3 bukan tren. Bukan hype. Bukan ruang buat cepat kaya.
Web3 adalah alternatif struktur internet. Tempat di mana kamu bisa login dengan satu identitas diseluruh ekosistem Web3 tanpa perlu membuat akun baru, simpan aset sendiri, dan berkontribusi sambil tetap punya kendali. Ia bukan sistem yang sempurna, tapi ia ngasih kamu pilihan.
Dan di dunia digital hari ini, punya pilihan itu jauh lebih penting daripada ikut sistem yang nggak pernah kamu mengerti.
Pertanyaan umum seputar Web3
Apakah Web3 aman?
Kalau kamu jaga seed phrase dan hati-hati klik link, ya. Sistemnya terbuka dan bisa diaudit.
Apa beda coin dan token?
Coin itu aset utama di blockchain (kayak ETH, BTC). Token itu bisa dibuat di atas blockchain (kayak token komunitas, NFT).
Apa itu smart contract?
Kode otomatis yang jalan di blockchain. Dia nentuin aturan dan logika sistem.
Gimana cara dapet airdrop?
Ikut program testnet, DAO edukasi, atau proyek yang kasih reward buat kontribusi.
Apakah Web3 legal?
Di Indonesia, eksplorasi & edukasi Web3 nggak dilarang.
Apa harus punya crypto dulu buat mulai Web3?
Nggak. Kamu bisa coba banyak dApp pakai testnet tanpa uang sama sekali.