Ikut semua proses. Tapi gak pernah dilibatkan
Lo pernah ngalamin keluarga lo mendadak sakit?
Langsung dibawa ke rumah sakit.
Tapi waktu nunjukin BPJS, lo gak bisa langsung dapet penanganan.
Harus ada rujukan.
Harus lewat faskes tingkat satu.
Harus ikut prosedur yang gak kenal kondisi darurat.
Dan yang bisa lo lakuin?
Nunggu. Nurut. Tahan.
Gak ada yang jahat. Tapi semuanya terikat.
Petugas dibatasi aturan. Rumah sakit dibatasi alur.
Dan lo — warga yang lagi panik — cuma bisa ikut sistem yang gak pernah lo tentuin.
Lo bayar pajak?
Tiap bulan dipotong.
Tiap tahun harus lapor.
Tiap usaha kecil pun tetap disuruh setor.
Tapi lo gak pernah tahu:
uang itu ke mana?
kenapa yang lo dapet selalu sisa?
dan siapa yang mutusin prioritasnya?
Gak bisa nanya.
Gak bisa nolak.
Gak bisa ngatur.
Lo diminta jadi penyumbang. Tapi gak pernah dikasih ruang buat jadi pengambil keputusan.
Pepatah mengatakan:
“Donatur dilarang ngatur.”
Lah?!
Kita udah jadi donatur negara seumur hidup, tapi gak bisa ngatur apa pun. Mending duitnya gue kasih ke ani-ani. Setidaknya k*ntol basah karena dapet jatah.
Terus lo disuruh nyoblos.
Katanya suara rakyat.
Katanya penentu arah bangsa.
Katanya masa depan di tangan lo.
Tapi menjelang pemilu?
Bansos tiba-tiba melimpah.
Spanduk tiba-tiba numpuk.
Harga-harga tiba-tiba jinak.
Dan semua pejabat tiba-tiba keliatan “peduli.”
Setelah pemilu selesai?
Wajahnya berubah.
Suasana balik biasa.
Dan keputusan politik mulai diambil lagi… tanpa tanya siapa pun.

Lo dikasih hak milih. Tapi gak dikasih alat buat kontrol.
Gak bisa narik mandat.
Gak bisa ikut bahas anggaran.
Gak bisa revisi keputusan.
Yang lo punya cuma bilik suara.
Habis itu, selesai.
Dari rumah sakit, pajak, sampe pemilu —
lo ikut semua prosedur. Tapi lo gak pernah dilibatkan ngatur.
Lo warga negara, tapi diperlakukan kayak penonton.
Disuruh patuh. Disuruh setor. Disuruh percaya.
Tapi gak pernah dikasih kontrol.
Dan sekarang, pertanyaannya bukan soal siapa yang duduk di atas.
Tapi kenapa rakyat gak pernah dikasih tangga buat naik?
Gue gak nyuruh lo lawan negara.
Gue juga gak ngajak lo nyari ribut.
Gue cuma bilang:
kalau suara rakyat gak pernah bisa ngatur arah,
berarti rakyat perlu panggung sendiri.
Panggung yang bisa lo bangun.
Lo kontrol.
Dan lo jaga bareng-bareng.
Mulai dari fungsi-fungsi kecil yang paling ngaruh ke hidup lo.
Bukan nunggu sistem lama berubah.
Tapi bikin sistem baru yang gak harus minta izin.
Karena lo bukan penonton.
Lo warga.
Dan warga harus bisa ngatur bareng.
Kalau sistem terus ngatur tanpa nanya, rakyat harus ambil sebagian kendalinya
Pernah gak lo denger ada bantuan cair, tapi lo gak tau siapa yang dapet, kenapa dia dapet, dan siapa yang mutusin?
Tiba-tiba data muncul.
Tiba-tiba bantuan dibagi.
Tiba-tiba ada nama-nama yang gak pernah lo denger masuk daftar.
Dan lo cuma bisa nanya ke tetangga. Bukan ke sistem.
Karena akses lo cuma status, bukan kendali.
Atau pernah gak lo liat jalan rusak bertahun-tahun, tapi tau-tau pemerintah setempat ganti mobil dinas dan mewah?
Atau gorong-gorong daerah lo mampet, tapi anggaran dinas keluar buat pelatihan di hotel?
Dan lo gak bisa nolak.
Gak bisa revisi.
Gak bisa bilang, “Ini gak bener.”
Karena semua keputusan itu lahir di ruang yang lo gak bisa masukin.
Atau yang paling nyebelin:
Tiba-tiba ada aturan baru.
Tiba-tiba harga naik.
Tiba-tiba insentif dicabut.
Tiba-tiba subsidi dipindah.
Dan lo gak pernah diajak ngobrol.
Lo disuruh terima.
Disuruh ngerti.
Disuruh maklum.
Padahal yang kena dampak lo. Tapi yang mutusin bukan lo.
Dan itu masalah paling besar dari sistem ini: Hidup lo diatur dari atas, tapi lo gak bisa lihat, gak bisa koreksi, gak bisa ngambil alih.

Jadi apa jawabannya?
Bukan ganti aktor.
Bukan minta dikasihani.
Tapi ambil alih sebagian fungsi yang dampaknya langsung ke lo.
Bukan semua.
Tapi cukup buat lo bisa bilang: “Gue gak mau cuma nonton. Gue mau ikut mutusin.”
Contoh?
1. Distribusi bantuan.
Kenapa gak warga yang validasi langsung?
Kenapa gak datanya dibuka?
Kenapa gak ada voting lokal buat tentuin prioritas?
2. Anggaran daerah.
Kenapa gak dibuka per kecamatan, per kelurahan?
Kenapa warga gak bisa akses log belanja?
Kenapa evaluasi cuma dateng dari atas, bukan dari bawah?
3. Kebijakan publik.
Kenapa gak ada forum voting terbuka sebelum keputusan ditandatangani?
Kenapa yang disuruh sabar gak pernah dikasih suara?
Gue gak bilang rakyat harus ngurus semuanya.
Tapi rakyat punya hak untuk ngurus sebagian.
Yang paling penting.
Yang paling berdampak.
Yang selama ini dipakai elite buat main kuasa.
Dan lo gak harus nunggu undang-undang. Lo cukup mulai dari satu hal: Bangun sistem lo sendiri – yang bisa diakses, dibuka, dan dikontrol bareng-bareng.
Itu bukan pemberontakan.
Itu pengambilan kembali hak yang selama ini dijadikan alat dagang.
Rakyat gak butuh janji. Rakyat butuh sistem yang gak bisa dimainin
Lo capek kan disuruh percaya terus?
Percaya sama janji kampanye.
Percaya sama spanduk pembangunan.
Percaya sama laporan “transparansi” yang lo gak bisa cek.
Tiap kali rakyat protes, jawabannya cuma:
“Sistemnya udah jalan.”
“Semuanya udah sesuai prosedur.”
“Aturan ini dibuat demi kebaikan bersama.”
Tapi kenyataannya?
Yang bikin aturan gak pernah ngerasain dampaknya.
Dan yang ngerasain dampaknya gak pernah bisa ikut bikin aturan.
Itulah kenapa rakyat gak butuh janji baru.
Gak butuh aktor baru.
Yang dibutuhin rakyat sekarang:
sistem yang gak bisa dimainin.
Sistem yang bisa dipegang bareng-bareng.
Sistem yang transparan dari lahir.
Dan sistem itu udah ada.
Bukan teori. Bukan wacana.
Namanya: DAO.
DAO itu bukan komunitas.
Bukan perkumpulan.
Bukan grup hobi.
Bukan forum.
DAO itu infrastruktur sosial.
Alat buat rakyat bisa ngatur urusannya sendiri, tanpa bisa dimonopoli.

Gue kasih ilustrasi.
Ada satu komunitas warga.
Mereka kumpulin dana bantuan.
Biasanya?
Ada pengurus.
Ada yang pegang uang.
Ada yang mutusin siapa dapet apa.
Warga lain? Percaya aja.
Tapi di DAO?
- ✅ Dana disimpan di wallet yang bisa diakses publik
- ✅ Setiap pengeluaran harus disetujui bareng lewat voting
- ✅ Proposal diajukan terbuka. Semua orang bisa lihat, bisa koreksi
- ✅ Siapa voting apa, kapan, dan atas dasar apa. Semua terekam
- ✅ Semua keputusan bisa dilacak, gak bisa dihapus, gak bisa disetir diam-diam
Lo gak perlu gelar buat ikut.
Gak perlu koneksi.
Gak perlu jabatan.
Selama lo punya niat, dan satu wallet, lo bisa ngambil bagian dalam keputusan publik.
Gak ada ketua. Gak ada admin. Gak ada “orang dalam”. Yang ada cuma sistem, yang jaga semua tetap rapi, terbuka, dan adil.
Karena sekali keputusan bisa dimainin,
yang rugi bukan cuma sistem.
Yang rugi… lo. Yang tiap hari hidup di bawah dampaknya.
Jadi kalau lo ngerasa: “Gue udah capek nonton dan tepuk tangan doang.”
Lo gak harus demo. Lo gak harus nunggu.
Lo tinggal bangun sistem yang bisa lo pegang.
Dan DAO itu bukan solusi sempurna. Tapi dia satu-satunya sistem publik hari ini yang gak bisa disuap, gak bisa disabotase, dan gak bisa dibeli.
Indonesia terlalu besar buat sistem terpusat
Indonesia ini luas.
Dari Sabang sampai Merauke.
Kondisi beda-beda.
Kebutuhan beda-beda.
Masalah beda-beda.
Tapi sistem publiknya?
Semua diatur dari pusat. Semua diseragamkan.
Coba liat:
- Dana desa dikirim dari Jakarta.
- Kebijakan daerah nunggu keputusan kementerian.
- Aturan pusat disuruh jalan di tempat yang bahkan infrastruktur dasarnya gak ada.
Dan lo bisa lihat hasilnya:
Banyak yang jalan di atas kertas, tapi mati di lapangan.
Karena gak semua daerah bisa dipaksa main dengan aturan yang sama. Dan gak semua urusan rakyat bisa ditunda nunggu disposisi pusat.
Makanya sekarang kita butuh sistem baru.
Bukan yang ngilangin negara.
Tapi yang ngurangin ketergantungan pada pusat.
Jawabannya?
Federasi DAO.
Gak semua harus diatur satu DAO nasional.
Gak semua warga harus vote bareng dari Sabang sampai Merauke.
Itu bukan solusi. Itu chaos.
Yang bener:
Mulai dari DAO lokal.
- DAO RW
- DAO kelurahan
- DAO komunitas
- DAO tematik (pertanian, pendidikan, bansos, dll)

Setiap DAO berdiri mandiri.
Tapi punya koneksi.
Punya standar interoperabilitas.
Punya ruang untuk nyambung, buat agenda bersama.
Kayak sistem federasi di mana kedaulatan tetap di lokal. Tapi kolaborasi tetap dimungkinkan.
Contoh:
- DAO warga bikin sistem distribusi bantuan yang adil di satu kecamatan
- DAO sebelah adaptasi model yang sama
- Muncul jaringan DAO bantuan se-kota
- Data mereka nyambung, sistem mereka mirroring
- Gak nunggu pusat. Gak nunggu program. Gak nunggu izin
Ini bukan hayalan.
- Teknologinya udah ada
- Tools-nya udah jalan
- Yang dibutuhin cuma satu hal: rakyat yang mau ambil alih peran lokalnya sendiri
Karena kalau semua terus dikunci di pusat,
daerah cuma jadi penonton.
Gak bisa bergerak.
Gak bisa mandiri.
Gak bisa nolak.
Dan lo harus paham:
Semakin rakyat bergantung ke pusat,
semakin gampang mereka dikendalikan.
Bikin rakyat selalu nunggu.
Selalu minta.
Selalu percaya.
Padahal lo bisa bangun sendiri.
Gak perlu seragam. Gak perlu diakui dulu.
Yang penting jalan. Yang penting nyata. Yang penting rakyat bisa ngatur urusannya sendiri.
Baru setelah itu —
kita ngomongin keterhubungan.
Karena perubahan bukan soal pusat.
Tapi soal titik-titik kecil yang saling percaya dan saling jaga.
Gimana DAO bisa bikin kebijakan publik yang realistis, bukan utopis
Orang sering bilang:
“DAO mah cocok buat komunitas kecil. Tapi gak mungkin bisa ngatur kebijakan publik.”
Tapi mereka lupa nanya satu hal penting:
Selama ini kebijakan publik yang lo terima – beneran lahir dari logika, atau cuma hasil kompromi politik?
Coba inget-inget:
- Berapa kali harga naik tanpa kajian terbuka?
- Berapa banyak subsidi dicabut cuma karena “fiskal gak kuat”?
- Berapa RUU disahkan diam-diam tanpa konsultasi publik?
Dan setiap kali rakyat nanya, jawabannya sama: “Itu keputusan politik.”
Padahal dampaknya bukan ke partai. Tapi ke lo.
Yang harus bayar mahal.
Yang harus ganti rencana hidup.
Yang harus adaptasi tanpa diajak diskusi.
Itu kenapa sistem publik kita rapuh.
Karena keputusan diambil berdasarkan kuasa, bukan berdasarkan realitas.
Dan DAO muncul buat balikin itu.
DAO gak janji bikin semua sempurna.
Tapi dia bikin satu hal yang gak pernah dikasih sistem lama:
Logika publik yang bisa diuji, dilacak, dan dikoreksi.
Lo bisa bikin proposal kebijakan.
Orang bisa baca.
Bisa kasih masukan.
Bisa voting.
Bisa revisi.
Dan yang paling penting:
Semua keputusan tercatat.
Semua argumen terekam.
Semua proses terbuka.

Contoh:
1. Ada wacana naikin iuran kebersihan?
Lo bikin proposal.
Orang debat.
Dikaji bareng.
Dicek biaya vs dampak.
Lalu voting.
Kalau setuju → jalan.
Kalau gak → revisi.
Kalau ngawur → ditolak.
Gak ada “disahkan tengah malam”.
Gak ada “udah jadi keputusan dewan”.
Gak ada “dari atas”.
Dan yang lebih keren:
Kalau kebijakan terbukti gagal,
DAO bisa langsung cabut.
Langsung revisi.
Langsung perbaiki.
Tanpa nunggu periode lima tahun.
Tanpa drama.
Tanpa opini media.
Keputusan bukan simbol. Tapi alat kerja.
Dan alat kerja harus bisa dibongkar kapan aja.
Jadi jangan bilang DAO utopis.
Yang utopis itu:
Percaya sistem lama bisa berubah kalau kita terus milih aktor baru.
DAO itu sistem.
Dibikin buat nyimpen akal sehat rakyat.
Biar gak dikalahin sama akrobat politik.
Dan kalo lo ngerasa suara lo selama ini gak pernah nyampe, itu bukan karena lo gak penting.
Tapi karena sistemnya dibikin buat bikin lo percaya lo gak penting.
Lo gak harus gulingkan sistem. Lo cuma perlu bangun yang lebih baik
Gue tau, ini semua kedengeran berat.
Kayak mimpi. Kayak utopia.
Kayak sistem yang terlalu bagus buat bisa jalan di dunia nyata.
Tapi coba lo pikir baik-baik:
- Emang selama ini sistem lama udah bikin lo sejahtera?
- Udah bikin lo didengerin?
- Udah bikin lo ngerasa punya kendali atas hidup lo sendiri?
Kalau jawabannya masih “belum”…
lalu kenapa lo harus takut nyoba sistem yang baru?
Gue gak nyuruh lo demo.
Gue gak nyuruh lo obrak-abrik negara.
Gue cuma bilang:
Kalau lo punya panggung sendiri,
kenapa lo terus maksa naik ke panggung yang isinya sandiwara?

Lo bisa mulai dari komunitas kecil.
Dari DAO RW.
Dari sistem voting distribusi bantuan.
Dari database warga yang dibangun sendiri.
Gak harus sempurna. Gak harus langsung nasional.
Yang penting jalan. Yang penting terbuka. Yang penting lo punya kendali.
Dan lo gak sendirian.
Karena satu DAO kecil yang jalan,
itu udah jadi ancaman nyata buat sistem lama.
Bukan karena demo. Tapi karena bukti.
Bukti bahwa rakyat bisa ngatur sendiri.
Bukti bahwa transparansi bisa dijaga tanpa elite.
Bukti bahwa distribusi bisa adil tanpa perantara politik.
Sistem lama akan bilang ini bahaya.
Mereka bakal bilang ini anarkis.
Mereka bakal nyebut lo makar.
Padahal lo cuma ngatur urusan lo sendiri.
Secara terbuka. Secara damai. Secara sah.
Dan kalau sistem lama takut sama itu,
berarti lo udah di jalur yang bener.
Lo gak harus nunggu semua orang sadar.
Lo cuma perlu jalan duluan.
Karena perubahan gak dimulai dari massa.
Perubahan dimulai dari satu orang yang bilang: “Gue gak mau jadi penonton lagi.”
Sekarang pilihan ada di lo:
- Mau balik nonton dan nyalain aktor yang main jelek?
- Atau mau turun panggung, dan bikin pertunjukan sendiri?
Karena saat rakyat sadar mereka bisa ngatur sendiri, satu-satunya yang gak dibutuhin lagi adalah panggung lama.